Ini kisah seorang Bapak di Depok sebut saja namanya Bapak "X" : Istri Bapak "X" mendengar khabar entah dari mana bahwa Bapak "X" berniat untuk menikah lagi, kemudian tiba-tiba Bapak "X" menerima pesan lewat SMS bahwa dia telah rela menerima keputusan perceraian dari Bapak "X", padahal Bapak "X" tidak menyatakan demikian. Bagaimanakah sikap Bapak "X", apakah telah jatuh talak dengan adanya pesan cerai melalui SMS tersebut ataukah dianggap tidak apa-apa? Sebab isteri Bapak "X" sejak mengirim SMS tersebut tidak mau bercampur lagi dengan Bapak "X". Bagaimanakah sebenarnya hukum cerai dan nikah melalui SMS ?
Masalah menjatuhkan cerai (talak) melalui SMS yang dikirimkan seseorang kepada isterinya dengan atau tanpa alasan perceraian yang diterima syari'ah, maka kita kembalikan dahulu prinsip pernikahan dan perceraian dalam Islam adalah suatu hal yang sakral, serius, penuh amanah, tanggung jawab, dan pesan keadilan sehingga Nabi SAW mewanti-wanti untuk tidak main-main sebab masalah tersebut bukan untuk dipermainkan apapun caranya dinilai serius dan berlaku efektif .
Nabi SAW bersabda: "Tiga hal yang seriusnya adalah serius hukumnya dan candanya adalah serius hukumnya : nikah, talak dan memerdekakan budak. Dan Hukum asal pernikahan adalah konsisten tetap melangsungkan tali pernikahan sebab pudarnya tali pernikahan merupakan suatu hal yang dibenci Allah meskipun boleh dilakukan" (HR. Abu Daud, an-Nasai, dan Ibnu Majah)
Nabi SAW bersabda: "Tiga hal yang seriusnya adalah serius hukumnya dan candanya adalah serius hukumnya : nikah, talak dan memerdekakan budak. Dan Hukum asal pernikahan adalah konsisten tetap melangsungkan tali pernikahan sebab pudarnya tali pernikahan merupakan suatu hal yang dibenci Allah meskipun boleh dilakukan" (HR. Abu Daud, an-Nasai, dan Ibnu Majah)
Talak dalam bahasa Arab makna asalnya adalah "memudarkan kembali tali ikatan dan pelepasan", sebagaimana hampir mirip dengan makna etimologis khulu' . Namun biasanya khulu' dipakai sebagai gugatan cerai dari pihak isteri sementara talak sebagai penjatuhan cerai dari suami yang dalam terminologi syariah penjatuhan talak harus memakai lafal (redaksi) ekplisit yang jelas dan dimengerti.
Hukum talak (cerai) melalui SMS dapat dianalogikan / diqiyaskan dengan hukum cerai melalui tulisan surat biasa (bilkitabah) sebab ada kesamaan keduanya merupakan pesan cerai melalui teks yang bukan verbal (lisan). Menurut para ulama fiqh sepakat bahwa hal itu efektif jatuh talak. (Prof. DR. Wahbah Zuhaili dalam Fiqhul Islam Wadillatuhu, VII/382)
Dalam masalah cerai melalui SMS yang sangat diperlukan menurut para ulama, sebagaimana dalam masalah cerai melalui surat, adalah akurasi kebenaran alamat atau nomor penerima dan pengirim serta konfirmasi niat atau kesengajaan penjatuhan talak. Bila hal itu memang terbukti benar adanya melalui pengecekan nomor telepon seluler keduanya dan konfirmasi langsung maka jatuhlah talak satu.
Namun demikian meskipun SMS dapat dijadikan sarana atau media penjatuhan talak, namun sebenarnya bila dapat dilakukan melalui media lain yang lebih gentle, kesatria, serta arif dan bijaksana tentunya penggunaan SMS untuk cerai tersebut sangat tidak manusiawi, tidak etis, dan tidak beradab. Sebab, hal itu sangat bertentangan dengan semangat dan prinsip dasar syariah dalam ikatan (akad) pernikahan sebagaimana disebutkan di atas, terlalu menggampangkan masalah sebagai disebutkan diatas, terlalu menggampangkan masalah sehingga padoks dengan proses dahulunya untuk dapat mencapai jenjang pernikahan yang dilakukan dengan penuh seksama dan disertai segala bentuk penghargaan dan penghormatan kepada pihak wanita.
Sebagai catatan akhir dari artikel ini talak dengan cara apaupun kalau tidak dilakukan di hadapan Pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum, karena UU Perkawinan (UU Nomor 1 Tahun 1974) yang berlaku di Indonesia tidak mengakui perceraian yang dilakuan di luar Pengadilan, sehingga akibat hukum yang ditimbulkan tidak akan diakui secara hukum sebelum di proses melalui Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Agama bagi umat Islam dan Pengadilan Negri bagi non muslim. Oleh sebab itu patuhilah ketentuan yang berlaku sebab hukum dibuat untuk kemaslahatan dan ketertiban.
Sumber : DR. Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual dan diolah dari berbagai sumber
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar