Yang Harus Diperhatikan Untuk Merancang Musala di Rumah

Bookmark and Share
Merancang Musala di Rumah
Memiliki ruang khusus sebagai tempat ibadah di sekitar rumah memang kerap dilakukan banyak orang. Misalnya, musala yang bertujuan meningkatkan keimanan si pemilik rumah beserta anggota keluarga.

Menurut arsitek Probo Hindarto, sebelum membangun musala, banyak hal yang harus diperhatikan. Pertama, perhatikan ukuran atau dimensi dari ruangan tersebut. Hal tersebut penting karena si pemilik rumah perlu mempertimbangkan letak pintu, arah kiblat, serta ukuran panjang dan lebar ruangan agar nyaman.

Letak dari musala bisa berada dekat dengan ruang keluarga agar mudah dijangkau seluruh keluarga atau agak terpisah sehingga tidak terganggu dengan aktivitas lain.“Biasanya untuk letak yang cocok disesuaikan dengan keinginan penghuni,” tambahnya.

Selanjutnya, musala bisa diletakkan dekat dengan area ruang bersama. “Beberapa klien saya memilih seperti itu supaya saat waktu salat, aktivitas lain seperti melihat TV bisa dihentikan sebentar untuk salat bersama,” kata Probo.

Alasan lain, agar jauh dari aktivitas yang bisa mengganggu salat. Maka itu, sebaiknya pilih letak yang paling sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Sementara untuk ukurannya, kata Probo, minimal untuk dimensi orang salat per orangnya kira-kira 60x100 cm.

Jadi, dari ukuran dimensi manusia ini bisa dilihat seberapa banyak anggota keluarga yang bisa salat berjamaah. Adakalanya jumlah yang bisa salat menyesuaikan tempat, namun musala baru bisa dirancang menurut kebutuhan berapa orang yang bisa salat.

Lantas bagaimana dengan ketinggian plafonnya, Probo, pengasuh website astudioarchitect.com mengatakan, ketinggian plafon bisa sama atau berbeda dengan ruang-ruang yang ada di dalam rumah. Malah, terkadang bergantung pada kondisi yang ada. Semisal,bagi ruang yang lahannya minim, bisa saja menggunakan plafon yang tinggi.

Agar mendapatkan kesan lebih luas dan lapang. Kasus lain, ada juga penghuni yang menginginkan plafon dirancang rendah supaya menambah kesan keintiman setiap orang yang ada di dalam ruangan. Sementara untuk penutup lantainya, Anda bisa menyesuaikannya dengan kebutuhan saat salat. Seperti lantai kayu, parket, atau keramik bisa digunakan. “Sebaiknya menggunakan perbedaan jenis penutup lantai dengan lantai lainnya dan diangkat sedikit dari lantai lainnya,” imbuh Probo.

Begitu pun saat memilih pencahayaan yang tepat untuk musala. Pencahayaan bisa dibuat dramatis. Misalnya, dengan menggunakan lampu sorot atau spotlight. Namun, banyak juga yang memilih menggunakan lampu general atau umum mengingat untuk salat kita tidak perlu pencahayaan yang macam-macam.

Perihal warna, Probo menyarankan, lebih baik menggunakan warna-warna netral atau warna yang memiliki asosiasi dengan warna islami, seperti warna hijau yang lembut agar tidak mengganggu kekhusyukan beribadah. Selanjutnya, perhatikan juga letak tempat wudu. Menurut Probo, tempat wudu sebisa mungkin berdekatan dengan musala agar tidak mengganggu ruang lainnya. Biasanya, setelah wudu kulit menjadi basah atau si pengguna memakai sandal basah sehingga air bisa terciprat atau membasahi lantai di ruang lain.

“Tempat wudu bisa diberi bagian bawahnya dengan batu koral, pasangan frame besi dengan kisi-kisi besi untuk meniriskan air di sandal, dan air bekas wudu harus bisa cepat disalurkan agar tidak menggenang,” saran Probo.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger