Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (Q.S. Al-Isra’ : 1)
Isra’ adalah perjalanan mendatar (horizontal) dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsha di Palestina. Hal ini mengisyaratkan tentang proses pertumbuhan yang bersifat kuantitatif. Mi’raj adalah perjalanan menaik (vertical) dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha, perjalanan Rasulallah saw. Yang berangkat dari bumi yang rendah menuju tempat yang tinggi untuk menghadap Allah swt, mengisyaratkan adanya proses perkembangan yang bersifat kuantitatif.
Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, memahami hidup ini untuk menjalani proses pertumbuhan dan proses perkembangan. Pertumbuhan lebih menekankan pada proses jasmani yang bersifat kuantitatif misalnya : dari kecil menjadi besar, dari kurus menjadi gemuk, dari ringan menjadi berat, dari rendah menjadi tinggi dan seterusnya. Untuk menjalani itu Allah memberi kekuatan ke bawah yaitu perut dan syahwat.
Proses perkembangan lebih menekankan mental yang bersifat nilai bukan materi. Proses ini lebih berbicara kualitas hidup misalnya ; dari bodoh menjadi pandai, dari hina menjadi mulia, dari terlaknat menjadi terhormat, dari syirik menjadi tauhid, dari maksiat menjadi taat dan lain-lain. Untuk menjalani proses ini Allah menganugrahkan kekuatan uluhati ke atas yang ada di dada yang ada di kepala yaitu hati dan otak.
Kedua proses yang tidak bisa dipisahkan tersebut, pada dasarnya proses perkembangan yang menjadi pembeda antara manusia denganmakhluk biologis kainnya. Proses perkembangan adalah proses manusiawi yang tidak dialami oleh tumbuhan, hewan bahkan Malaikat sekalipun. Sedangkan proses pertumbuhan adalah proses yang dialami oleh semua makhluk biologis.
Dalam proses Isra’ Mi’raj kita juga diingatkan pada tiga titik atau tempat. Tempat yang paling penting yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Sidratul Muntaha. Hal ini mengingatkan tiga peristiwa penting dalam perjalanan hidup manusia yaitu kelahiran, kematian dan kebangkitan kembali sedudah mati. Itulah tiga peristiwa yang diyakini oleh orang yang beriman. Kita perlu mengingat tiga peristiwa penting tersebut karena idiologi materialisme dan filsafat yang salah menyeret kita untuk memiliki pemahaman bahwa hidup ini hanya proses biologis dari kelahiran menuju kematian kemudian selesai.
Dalam proses perjalanan hidup manusia, kelahiran merupakan masa transisi dari alam kandungan menuju alam dunia, kematian adalah adalah masa transisi dari alam dunia menuju alam kubur dan kebangkitan kembali adalah masa transisi dari alam kubur menuju alam akhirat. Tidak ada seorangpun yang bisa mengelak atau menghindar dari tiga peristiwa tersebut. Seharusnya manusia selamat atau melintasnya sebagaimana do’a nabi Isa as. Uang diabadikan dalam Al-Qur’an agar kita selalu menirunya :
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari Aku dilahirkan, pada hari Aku meninggal dan pada hari Aku dibangkitkan hidup kembali". (Q.S. Maryam : 33).
Jika kematian diangkat akhir proses hidup, jika kematian dianggap finish perjalanan kemanusiaan itu, jika setelah mati tidak ada ceritanya lagi, tentu rugilah hidup kita sebagai manusia, jika setelah mati tidak ada hidup lagi dan permbauatan manusia di dunia yang baik dan juga yang buruk, yang benar dan yang salah tidak ada konsekuensinya sesudah mati, lantas dimana idealisme keadilan yang sering dicuri, diperjuangkan dan dituntut manusia itu akan terbukti. Kehidupan seduah mati merupakan suatu keharusan bagi manusia yang beriman, yang sadar bahwa manusia lebih sempurna, lebih mulia dan lebih cerdas dari pada makhluk yang lain.
Hidup bagi manusia adalah proses dinamis proses proses ke masa depan, maka perjalanan Isra’ Mi’raj adalah isyarat tentang bagaimana msnusia menatap masa depan. Masa depan manusia secara garis besar terbagi menjadi dua yaitu masa depan sebelum mati dan masa depan sesuah mati. Masa depan dari lahir sampai mati, simbulnya perjalanan dari masjidil Haram ke Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha. Masa depan sebelum mati lebih bersifat pasti.
Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi. (Q.S. Al-Qoshoshh : 77).
Jika dunia bersifat mungkin dan akhirat bersifat pasti, maka firman Allah tersebut mengajarkan kepada kita untuk serius terhadap yang pasti dan jangan melupakan yang mungkin.
Sedangkan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal daripada kehidupan dunia (QS. Al A’la : 17)
Setelah kita memahami bahwa hidup adalah untuk menjalankan proses pertumbuhan dan proses perkembangan dan hidup juga harus berorientasi pada masa depan. Untuk itu kita diisyaratkan dengan peristiwa pembedahan hati Nabi Muhammad SAW oleh Jibril a.s. Pembedahan dada untuk membersihkan hati beliau merupakan isyarat bahwa hati adalah persoalan paling penting dalam kehidupan manusia. Baginda Rasulallah bersabada :
"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, apabila ia baik, maka baiklah pada seluruh tubuh. Apabila ia rusak, maka rusaklah pula seluruh tubuh ketahuilah ia adalah hati" (H.R. Bukhori Muslim).
Dengan hati bersih kita akan memiliki radar yang sensitif mana petunjuk, mana godaan dan mana rayuan, mana yang kita pilih dan kita tolak, kapan kita terus berjalan, berhenti atau belok. Dengan hati yang bersih hidup kita setia kepada visi dan missi. Kita akab selalu memiliki aksi yanng berorientasi bukan sibuk bereaksi. Isra' Mi'raj mengajar kita menjadi pribadi yang visioner bukan reaksioner, bagaimana tidak ? perjalanan sudah terprogram, dengan waktu yang telah ditentuka, dengan kendaraan yang bida diandalkan (Buraq), dengan pemandu yanng sangat berpengalaman, cerdas, jujur dab setia (Jibril as.) dengan lingkungan yang diberkati (Kondusif).
Hati yang beningn adalah hati yang selalu terpelihara, yang selalu disucikan dengan tazkiyatun nafs atau management qoblbu. Hati yang selalu dihiasi oleh aqidah, selamat dan bersih dari syirik, ibadah yang benar, bersih dari bid'ah dan akhlak yang terpuji bebas dari sifat-sifat jahiliyah. Hati semacam inilah yang akan kita persembahkan nanti ketika kita menghadap Rabbul Jalil meraih Ridhanya. Firman Allah swt :
Di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Q.S. As Syu'ara' ayat 88-89).
Dalam perjalanan Isra' Mi'raj baginda Rasulullah saw diperlihatkan adanya syurga dan neraka, perjumpaan beliau dengan arwah para Nabi serta Perjumpaan beliau dengan beberapa peristiwa yang merupakan pelajaran bagi beliau dan ummatnya.
Isra' Mi'raj sebagai simbul atau meniatur perjalanan hidup manusia puncaknya adalah turunya surat keputusan (SK) untuk mengerjakan shalat lima waktu sebagai cara mengingat Allah (Q.S. Thoha : 24). Agar manusia senantiasa ingat terhadap keberadaan dirinya, selalu menjadi penegak kebenaran, kesabaran dan menundang pertolongan Allah SWT, agar terhindar dari perbuatan keji dan mungkar (Q.S. Al-'ankabut : 45). Dengan selalu tertib mendirikan shalat lima waktu, Allah SWT siap melimpahk pertolongan dan berhakNya terhadap perjalanan hidup kita dari dunia sampai diakherat kelak. Nasrun minallah.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar