mengejawantahkan sebuah karya seni. Tak hanya melalui lukisan di atas kanvas, kulit pun dianggap bisa menjadi media untuk mengapresiasikan nilai-nilai seni tersebut.
Tato misalnya. Seni rajah-merajah tubuh ini tak lagi menjadi sesuatu yang tabu. Tak lagi dianggap sebagai simbol premanisasi atas kriminalitas tapi dipersepsi dengan tingkatan yang lebih tinggi.
Toh, dalam literatur sejarah pun, tato seringkali diasosiasikan sebagai simbol-simbol peradaban dan budaya sebuah etnis bahkan negara.
Meski sebagian masyarakat masih menganggap tato melanggar norma, tapi tak sedikit orang merapatkan barisan untuk mengangkat tato kepada level yang lebih tinggi yakni seni.
Hal itu bisa dilihat dengan bermunculannya studio-studio tato, termasuk di Bandung, yang konon dari sinilah budaya subkultur ini menggejala.
Seperti Diakui Uli (35) saat ditemui tengah mentato lengan kiri atasnya di Studi tato, One Die, Jl Cihampelas 143.
Uli yang saat itu tengah meng-cover up alias menimpa tato lamanya dengan yang baru menyatakan bahwa tato adalah seni.
"Kalau dulu tato dikaitkan dengan premanisme sekarang sudah tidak lagi seperti itu, tato adalah seni melukis di atas kulit," jelas Uli.
Bahkan, sepengetahuan Uli, beberapa sekolah / studio tato sudah membuka jurusan seni tato mentato.
Hal yang sama diakui Nit Not (22). Wanita muda ini mengaku sudah mentato tubuhnya sejak kelas 3 SMA. Saat ini dirinya sudah memiliki enam tato di beberapa bagian tubuh.
"Saya senang dengan gambar-gambarnya, nilai seninya itu loh," jelas Nit not sambil memperlihatkan bagian punggungnya yang telah dilukis dengan beragam gambar tato.
Dipaparkan Riga (25) pelukis tato One Die Studio Tato, gambar-gambar yang didapatkannya merupakan hasil download dari internet.
"Ada juga yang didesain sendiri," jelasnya. Untuk pemilihan gambar biasanya tergantung dari keinginan setiap orang yang sebelumnya dikonsultasikan terlebih dahulu.(ema/ern)
http://bandung.detik.com
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar